baca dan artikan saja dengan bebas, karena anda adalah raja di blog ini. Kalau anda mempunyai pendapat sampaikan saja, dan ingat bahwa anda tidak harus setuju dengan tulisan-tulisan saya, pendapat yang berbeda justru akan memperluas wawasan saya. Terakhir tentu saja saya harus berterima kasih atas kunjungan anda di blog ini....

MMK

Cerpen: Putu Wijaya
Sumber: Media Indonesia, Edisi 03/02/2003


SEORANG anak bertanya kepada neneknya:"Nenek,... itu
apa?"Perempuan tua itu ternganga. Sebelum dia sempat
membuka mulut, pertanyaan itu berkembang."Nenek punya
... tidak?"Orang tua itu kontan shock. Tetapi cucunya terus
juga bertanya."Sekarang Nenek punya berapa ...?"Karena
tak kuat menahan kekurangajaran itu, nenek itu langsung
pergi meninggalkan cucunya. Ia mengungsi ke rumah
tetangga.
Ketika anak dan menantunya pulang, ia langsung melapor
sambil menangis."Anakmu kurang ajar. Pengaruh film,
televisi, pergaulan bebas, dan narkoba sudah membuat dia
bejat. Ajari anakmu moral, jangan hanya dikasih duit! Mau
jadi apa dia nanti kalau sudah besar? Setan?"Menantu
nenek, ibu anak itu langsung mencari anaknya. Tanpa
bertanya lagi anak itu langsung diberinya hukuman."Kamu
sudah kurang ajar kepada nenek, mulai sekarang duit uang
makan kamu dikurangi, sampai moral kamu lebih baik.
Kamu harus belajar menghormati orang tua. Orang tua itu
adalah asal muasal dan cikal bakal kamu, kamu sama sekali
tidak boleh membuat orang tua marah. Sekali lagi kamu
kurang ajar, ibu kirim kamu ke desa! Tidak usah membela
diri!" Anak itu tidak berani menjawab.
Tetapi ketika keadaan menjadi lebih tenang, dia
menghampiri bapaknya, lalu kembali menanyakan
pertanyaan yang belum terjawab itu."Pak, -- itu apa?"Bapak
anak itu terkejut. Cangklong yang sedang diisapnya sampai
terlepas. Tetapi ia mencoba tenang, lalu menjawab dengan
taktis diplomatis:"Rambut adalah mahkota semua manusia.
.... itu adalah mahkota wanita. Tempat dari mana kamu
keluar dan ke mana nanti kamu akan masuk. Jadi ia
mengandung pengertian sakral. Karena itu kamu tidak
boleh mengutak-atik. Kamu harus menghormatinya. Dan,
berhenti menanyakan itu, karena itu tidak untuk dikupas
tetapi dirasakan. Paham?!"Anak itu tidak paham.
Pagi-pagi sebelum berangkat ke sekolah, ia mendekati
ibunya yang sedang menerima tamu. Ibunya langsung
mengangkat tangan."Tidak bisa!"Anak itu tertegun."Aku
tidak minta duit. Aku hanya mau tanya, apakah -- ibu
besar? Sebab, kalau tidak besar bagaimana nanti bisa
keluar masuk? Kira-kira ukurannya berapa meter?"Merah
padam muka perempuan itu.
Sedangkan tamunya, ibu-ibu pejabat tak bisa menahan diri
lalu tertawa sampai terkencing-kencing."Anakmu sakit
jiwa, karena kamu kurang perhatian. Kamu terlalu sibuk
bekerja dan menganggap mendidik anak itu hanya
kewajiban perempuan. Ini dia akibatnya sekarang!" kata
ibu anak itu menyalahkan suaminya. "Sekarang sebelum
terlambat, lebih baik kamu bawa dia ke dokter jiwa.
Kalau tidak akan jadi apa anak ini! Akan jadi apa negeri ini
kalau generasi mudanya sudah kurang ajar dan krisis
moral?"Bapak anak itu tidak setuju dengan istrinya. Ia
mencoba untuk melakukan pendekatan lain. Ia membawa
anak itu ke kebun binatang."Kamu bertanya apa itu mmk?"
bisiknya kepada anaknya. "Nah, itu dia yang namanya
mmk!"Bapak anak itu menunjuk kepada binatangbinatang
yang ada di depannya. Ada kuda, badak, harimau,
gajah, monyet.""Itu yang namanya mmk. Mengerti?!"Anak
itu terdiam. Tetapi bukan karena mengerti. Ia bertambah
bingung. Dalam perjalanan pulang ia kembali
bertanya."Apakah mmk itu manis sehingga sering dijilatjilat?"
"Bangsat!" teriak bapak anak itu di dalam hati.Ia
membatalkan pulang, langsung membawa anaknya ke
dokter jiwa."Dokter, anak saya ini sudah bejat. Tolong
diperiksa apakah dia sudah dapat gangguan jiwa. Sebab
segalanya sudah kami penuhi dengan berkecukupan.
Sandang, pangan, bahkan sekolah yang terbaik dan
termahal kami berikan. Mengapa dia jadi tumbuh seperti
setan begini?"Dokter jiwa itu lalu memanggil anak itu
masuk ke dalam kamar periksa.

Dua jam kemudian dia keluar."Bagaimana Dok?""Saya kira
anak Bapak sehat walafiat.""Maksud saya jiwa dan
moralnya?!""Ya, bagus. Saya hanya ada nasihat kecil.""Apa
Dok?""Semua anak sampai usia tertentu seperti sebuah
cermin. Dia merefleksikan dengan objektif apa yang ada di
sekitarnya. Anak adalah pantulan langsung dari
lingkungan dan orang tuanya. Jadi.... ""Jadi apa
Dok?""Anak itu masih punya ibu?""Ada di rumah, kenapa
Dok?""O, bagus kalau begitu. Jadi sebaiknya, sebelum saya
melanjutkan pemeriksaan kepada anak itu, saya anjurkan
supaya Bapak dan Ibu saya periksa terlebih dahulu. Makin
cepat makin baik, sebelum menginjak ke stadium
berikutnya."
Kontan bapak anak itu pergi."Dokter gila!" umpatnya
sambil membawa anaknya pulang. "Dasar mata duitan,
anak gua yang bermasalah, gua yang mau dikobel-kobel.
Kenapa bukan para elite politik yang sudah bikin kisruh
negara ini saja yang mereka tuduh sebagai penyebab krisis
moral anak ini. Gelo!"Suhu politik memanas. Para elite
politik berperang. Dolar melambung tinggi. Persoalan itu
untuk sementara dibekukan. Tapi, beku tentu saja tidak
berarti sudah berakhir. Pertanyaan itu masih terus
berkecamuk di kepala anak itu.
Di sekolah, menjelang peringatan Hari Proklamasi ke-56,
ketika guru sedang menceritakan tentang hakikat
kemerdekaan, anak itu terus dikejar-kejar oleh pertanyaan
tersebut."Kemerdekaan adalah sikap jiwa," kata ibu guru
menerangkan kepada murid-muridnya. "Bila kemerdekaan
kita diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
jangan dikira itu terjadi begitu saja. Cita-cita kemerdekaan
sudah berlangsung puluhan tahun. Secara sporadis
meledak di sana-sini yang dikategorikan sebagai
pemberontakan oleh kolonial. Akhirnya mendapat
kesimpulan pada tahun 1908 sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Dan, akhirnya mulai mendapatkan perumusan
pada 1928, pada saat ada ikrar Sumpah Pemuda. Jadi
kemerdekaan itu anak-anak, bukan hanya sebuah teriakan
kebebasan, tetapi sebuah proses penyadaran tentang
kemandirian.
Dengan merdeka berarti nasib kita terletak di tangan kita
sendiri. Dengan merdeka pada 17 Agustus 1945, tidak berarti
kita jadi langsung kaya raya dan bahagia. Dengan merdeka
kita justru menjadi melihat kemiskinan dan keterbelakangan
kita. Kita melihat tanggung jawab kita. Dengan merdeka kita
terikat oleh berbagai aturan yang kita buat sendiri untuk
membatasi kemerdekaan kita agar bisa hidup bersama-sama.
Merdeka adalah mendisiplinkan diri kita sendiri supaya bisa
bekerja dan bersaing. Kalau tidak ada batasan-batasan,
negeri ini akan jadi rimba dan memberlakukan hukum rimba,
siapa kuat dia yang kuasa. Siapa yang kuasa dia yang makan.
Jadi, kemerdekaan bukanlah kesempatan untuk berbuat
sewenang-wenang. Kemerdekaan adalah pengorbanan
karena itu merupakan penyadaran kepada aturan-aturan
dan ketidakbebasan, yang kita sepakati dengan rela." Bu guru
selesai.
Ia memandang seluruh kelas."Ada yang belum jelas? Siapa
yang mau bertanya?"
Anak itu langsung mengacungkan tangannya.
"Ya kamu. Apa yang belum jelas?"
"Saya mau tanya, Bu."
"Ya boleh. Menanyakan apa?"
"Mmk itu apa?"
Bu guru terhenyak. Seluruh kelas yang semula tidur tiba-tiba
terbangun. Kemudian terdengar suara riuh rendah oleh
ketawa. Kelas berubah menjadi pasar.Bu guru mengetokngetokkan
penghapus papan tulis ke mejanya dengan keras.
"Tenang!!!"
Anak-anak langsung mengunci mulutnya. Bu guru kemudian
bertanya lagi."Apa?"
"Saya mau tanya, mmk itu apa??"
Mata bu guru yang cantik itu terbelalak. Seluruh kelas yang
tadinya cekakakan, sekarang tiba-tiba tegang. Bu guru
menghampiri anak yang bertanya itu. Ia memandang tepat ke
arah matanya. Anak itu gugup lalu menundukkan mukanya.
"Ini pelajaran sejarah kemerdekaan dan kamu bertanya
tentang....""Mmk."Seluruh keras bertambah tegang.
Terdengar bisik-bisik. Bu guru cepat melayangkan matanya
ke seluruh keras sambil melotot. Semua murid menunduk
menyembunyikan dirinya. Tak seorang pun kelihatan mau
hadir. Hanya anak itu yang masih mengangkat kepalanya.Bu
guru menghampiri anak itu, lalu menatap tajam seperti
menusuk jiwanya.
"Jadi itu yang buat kamu belum jelas?"
"Ya."
"Kamu bertanya karena kamu tidak tahu atau?"
"Karena saya bingung."
"Kamu bingung karena kamu ingin tahu?"
"Karena jawabannya tidak tegas sehingga tidak jelas."Pensil di
tangan bu guru jatuh ke lantai. Bu guru berjongkok. Seluruh
anak-anak di dalam kelas, berdiri, menjulurkan kepalanya
dan melihat apa yang jatuh. Tiba-tiba bu guru berdiri lagi
sambil mengangkat roknya. Dari pinggang sampai ke bawah
ia telanjang bulat."Mmk itu ini!" katanya dengan tegas sambil
menunjuk ke arah alat kelaminnya.
Seluruh kelas meledak. Anak-anak perempuan menjerit dan
menangis. Yang laki-laki meloncat, lari ketakutan keluar
kelas. Sedangkan anak yang bertanya itu seperti disiram air
panas. Seluruh tubuhnya tegang dan kemudian basah.
Peristiwa itu dicatat sekolah sebagai huru-hara yang
memalukan. Ibu guru yang cantik itu langsung dipanggil oleh
Kepala Sekolah, lalu diskors. Para orang tua murid protes.
Mereka menuntut supaya bu guru itu dipecat. Dan malammalam,
rumah bu guru itu berantakan karena dilempari
batu. Surat kaleng dan telepon gelap dengan ancaman
mengerikan menghujani rumahnya. Akhirnya Bu Guru MMK
itu dipecat. Tapi sebagian masyarakat, berdasarkan polling
yang dilakukan oleh media massa, menganggap hukuman
itu belum setimpal. Mereka menuntut supaya guru yang
bejat itu hengkang dari permukiman mereka.
Dan, ketika yang bersangkutan akhirnya boyongan pindah
ke kota lain, karena tidak mau mengganggu ketenteraman, di
luar kota mobilnya dicegat. Dia dirampok, diperkosa, dan
kemudian dicampakkan ke tepi jalan dalam keadaan tidak
bernyawa.
Di sebuah desa kecil yang terpencil dan sunyi, kini ia
terbaring bisu, di bawah batu nisan yang tak bernama. Anak
yang bertanya itu, bersimpuh sambil memegang sekuntum
bunga. Di sampingnya, kedua orang tuanya berdiri
menemani.
"Terima kasib Bu Guru. Karena keberanian dan
kejujuranmu, sekarang anak kami tidak bertanya lagi. Tetapi
alangkah mahalnya kebenaran, kalau hanya untuk
menjelaskan satu kata saja, diperlukan sebuah nyawa."

Jakarta 19-08-01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih telah berkunjung dan berkomentar...