baca dan artikan saja dengan bebas, karena anda adalah raja di blog ini. Kalau anda mempunyai pendapat sampaikan saja, dan ingat bahwa anda tidak harus setuju dengan tulisan-tulisan saya, pendapat yang berbeda justru akan memperluas wawasan saya. Terakhir tentu saja saya harus berterima kasih atas kunjungan anda di blog ini....

Tajen: Kontradiksi sikap aparat dan tokoh-tokoh Bali


Undergoing MyBlogLog Verification 

Dalam perjalanan saya menuju Kintamani dari Denpasar, saya menemukan kejadian yang sedikit membuat saya bertanya-tanya. Membuat saya ingin menertawakan diri saya sendiri, karena malu bercampur jengkel. Malu dan jengkel karena ke-Balian saya dilecehkan.

Jalur Denpasar-Kintamani via Payangan adalah jalur pariwisata yang cukup padat pada saat-saat tertentu, sehingga macet bukanlah hal yang aneh bagi saya kalau melewati jalur itu. Tetapi hari itu kemacetan yang terjadi sungguh membuat saya malu dan jengkel walaupun sebenarnya hari-hari lain pernah lebih macet dari ini.

ketika memasuki desa kedewatan saya menyaksikan dua orang lelaki berpakaian pecalang (pengaman tradional Bali) yang sedang mengatur arus kendaraan. Dalam benak saya terpikir bahwa di depan sedang ada upacara keagamaan atau upacara adat, sehingga saya pun berusaha memaklumi kemacetan yang saya alami. Apalagi serombongan lelaki tampak berjalan di trotoar dengan pakaian adat bali sederhana sehingga membuat kesimpulan saya tadi lebih masuk akal bagi saya.

Di tengah laju kendaraan saya yang pelan saya berusaha melongok ke arah depan berusaha mencari tahu ada apa sebenarnya. Saya tidak melihat ciri apa pun yang menandakan bahwa sedang ada upacara keagamaan maupun upacara adat, kecuali adanya pecalang dan banyak lelaki tua dan muda berpakaian adat. Saya pun mulai bertanya-tanya dalam hati.

Tidak menemukan jawaban, saya pun berinisiatif bertanya kepada seorang lelaki yang lewat berjalan kaki di sebelah saya. Dan alangkah terkejutnya saya mendengar jawaban bapak tadi, bahwa di depan sedang diadakan TAJEN(sabung ayam). Dan lebih terkejut lagi ketika bapak itu menjelaskan bahwa kegiatan itu ber'ijin' Polisi, sehingga kegiatan judi itu bisa dilakukan dengan terang-terangan.


Saya tidak dalam posisi untuk mengomentari apakah Tajen itu boleh atau tidak. Saya tidak ingin terjebak dalam debat kusir tentang tajen itu warisan budaya, warisan leluhur apalagi warisan agama. Sudah terlalu banyak orang mengemukakan pendapatnya mengenai hal ini,bahkan dengan cara yang tidak elegan. Mungkin anda masih ingat kejadian beberapa tahun lalu ketika warga sebuah desa memblokir jalur utama Denpasar-Gilimanuk untuk membebaskan temannya yang ditangkap Polisi karena Tajen. Dan saya tidak ingin berada di tengah pro kontra itu. Tetapi saya ingin mempertanyakan kenapa hal seperti ini harus diberi ijin oleh polisi??? Kalau tajen ini dilangsungkan sebagai bagian budaya tentu ini bukanlah sebuah pelanggaran hukum, karena mengekspresikan budaya dijamin oleh undang-undang dan tentu saja tidak diperlukan ijin polisi untuk hal ini kecuali hanya dalam bentuk ijin keramaian. Tetapi kalau tajen ini disalahgunakan untuk judi dan dilakukan secara terang-terangan patut dipertanyakan kenapa polisi harus memberikan ijin!!! judi jelas adalah pelanggaran hukum dan sangat aneh jika polisi yang merupakan aparat penegak hukum justru mengeluarkan ijin untuk sesuatu yang jelas melanggar hukum.

Beberapa tahun yang lalu, ketika Made Mangku Pastika menjabat sebagai Kapolda Bali, beliau sangat gencar memberantas judi berkedok tajen ini. Hampir di seluruh Bali penyelenggaraan tajen digerebek polisi, tentu saja yang berkaitan dengan judi. Bisa ditebak gebrakan Polda Bali di bawah Kapolda Made Mangku Pastika saat itu mendapat tanggapan pro dan kontra dari masyarakat Bali. Pihak yang pro mendukung tindakan polisi yang dengan tegas memberantas kegiatan judi ini dengan alasan bahwa judi jelas menyengsarakan masyarakat, banyak penjudi yang harus terjerumus kedalam belitan hutang dan yang lebih parah banyak di antara mereka yang tidak lagi bekerja karena 'jadwal judi' selalu padat hampir diadakan setiap hari di beberapa tempat di Bali. Pihak yang kontra lain lagi, dengan berlindung di balik 'budaya Bali' mereka ngotot bahwa judi harus tetap dilestarikan. Mereka berargumen bahwa tajen adalah warisan leluhur Bali yang sudah ada sejak beratus-ratus tahun dan oleh karena itu harus dilestarikan. Mereka juga mengatakan tajen tidak lain adalah tabuh rah yang merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan upacara adat Bali dan oleh karena itu harus dilestarikan. Menanggapi hal ini Made Mangku Pastika menyikapinya dengan cerdik. Beliau menemui banyak tokoh-tokoh Agama meminta penjelasan tentang apa sebenarnya yang dimaksud tabuh rah. Berangkat dari sana Made Mangku Pastika semakin yakin bahwa gebrakannya memberantas judi tajen sudah tepat. Selain merugikan masyarakat judi tajen jelas tidak sama dengan tabuh rah, tajen adalah bentuk penyelewengan dari tabuh rah, sehingga menjadikannya alasan pembenaran praktek tajen tidaklah bisa diterima. Hasilnya selama kepemimpinan Made Mangku Pastika sebagai Kapolda, Bali sepi dari tajen.

Waktu berganti manusia bisa berubah. Selang beberapa tahun Made Mangku Pastika (yang setelah menjabat Kapolda Bali diangkat sebagai pimpinan Badan Narkotika Nasional (BNN)) kembali ke Bali dan mengajukan diri sebagai calon gubernur Bali dari salah satu Partai politik. Melihat massa 'penggemar' tajen cukup besar, dalam banyak kesempatan beliau menyatakan sikap yang berbeda tentang tajen. Hal ini diutarakannya dalam banyak kesempatan dalam acara-acara pertemuan untuk menggalang dukungan baginya. Hal ini pun dimuat di banyak media cetak Bali. polemik sempat terjadi walaupun tidak terlalu besar karena tertutup oleh hiruk pikuk pemberitaan tentang pilkada. Seperti diketahui beliau kemudian memenangkan pertarungan menjadi gubernur Bali dan menjabat sampai saat ini.

Saya tidak tahu apakah ini ada hubungannya atau tidak, yang jelas saat ini tajen kembali marak di banyak tempat di Bali yang tentu saja dengan embel-embel mendapat 'ijin' polisi. Saya juga kembali menegaskan bahwa saya tidak akan mengambil posisi apa pun dalam hal ini, yang saya ingin katakan adalah bahwa telah terjadi kontradiksi yang sangat aneh. Polisi (kalau hal ini benar) yang merupakan aparat penegak hukum malah memberikan ijin kegiatan melanggar hukum. Lebih aneh lagi, orang yang sama dalam waktu berbeda bisa bersikap berbeda tentang satu hal yang sama hanya karena keinginan berkuasa. Satu hal paling aneh kaum agamawan/budayawan justru hanya diam saja melihat penyalahgunaan yang terjadi di depan mata mereka. Membingungkan saya apakah mereka lupa apa yang mereka katakan dalam dialog dengan Made Mangku Pastika (sewaktu masih Kapolda) atau malah apa yang mereka katakan dulu itu justru tidak benar??? Bahwa sebenarnya tajen adalah produk budaya Bali atau malah produk Agama Hindu??? sepanjang pengetahuan saya yang sedikit tentang Bali (tanah leluhur saya) dan lebih sedikit lagi tentang Hindu (Agama saya), keduanya jelas melarang Judi dalam bentuk apa pun

1 komentar:

  1. thanks jonathan....for your visit and comment...
    nice to know you...
    ..i will visit yours soon...

    BalasHapus

terimakasih telah berkunjung dan berkomentar...